Jemari Dosen Unggah 'People Power dan Bunuh Polisi' Berujung Bui
Bandung - Jemari 'nakal' Solatun Dulah Sayuti berujung bui. Dosen salah satu perguruan tinggi di Kota Bandung ini ditangkap Polda Jabar akibat mengunggah kalimat berunsur ujaran kebencian di media sosial Facebook.
Polisi menangkap lelaki tersebut di Bandung gegara tulisan soal 'people power dan bunuh polisi'. Kalimat itu dia unggah di Facebook lewat akun 'Solatun Dulah Sayuti' pada 9 Mei 2019.
Isi tulisannya yaitu, "HARGA NYAWA RAKYAT Jika People Power tidak dapat dielak: 1 orang rakyat ditembak oleh polisi harus dibayar dengan 10 orang polisi dibunuh mati menggunakan pisau dapur, golok, linggis, kapak, kunci roda mobil, siraman tiner cat berapi dan keluarga mereka."
"Ini (unggahan) sangat provokatif dan bahaya apalagi dibaca orang awam yang tidak mengerti persoalan dan pemahaman. Ini yang kita sayangkan dan prihatin," ucap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Kombes Samudi di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Jumat (10/5).
Samudi mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, Solatun mengaku iseng mengunggah kalimat itu. Menurut Samudi, tersangka mendapatkan tulisan itu dari grup WhatsApp 'Perjuangan Persatuan Indonesia'. Polisi prihatin dengan ulah dosen tersebut.
"Bersangkutan ini orang intelektual sebenarnya. Seharusnya bisa menyaring. Kalaupun berita tidak benar, jangan di-share. Justru orang intelek harus bisa mencerdaskan masyarakat," tutur Samudi.
Berdasarkan penelusuran di akun Facebook miliknya, Solatun mengaku sebagai caleg DPR RI dari Partai Bulan Bintang (PBB) untuk daerah pemilihan (Dapil) Jateng VIII. Sebuah foto bergambar Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra dia unggah di akun Facebook itu. Foto yang diunggah Solatun ditambahkan keterangan.
"ass.ww. Semoga pemilu besok kemenangan menjadi milik Ummat Muslim. Jika saya ditakdirkan harus menang, silahkan tagih karena nadzar saya akan shodaqohkan gaji saya 25% utk partai, 75% untuk masjid yg memerlukan di CILACAP BANYUMAS," tulisnya yang diunggah pada 16 April 2019.
Polisi tak mengetahui soal identitas si dosen yang mengaku caleg ini. Polisi fokus terhadap perbuatan pidana yang dilakukan oleh Solatun.
"Kita enggak tahu. Kita berprinsip pada perbuatan melawan hukumnya, bukan kepada calon apa dan siapa dia," ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.
Solatun mengakui ulahnya tersebut. Ia berdalih unggahan 'people power dan bunuh polisi' dilakukan bukan untuk mengadu masyarakat dan polisi.
"Saya hanya mengatakan kalimat itu memang mungkin salah. Memang salah," ucapnya.
"Tapi maksud saya jangan sampai ini terjadi. Demi Allah, kenapa, karena saya juga anak bangsa Indonesia dan saya guru, saya ayah, saya uwak dari keponakan saya, saya kakek dari cucu saya. Enggak mungkin saya membiarkan situasi dimana membenturkan nama polisi dengan rakyat dalam tanda kutip people power," tutur Solatun menambahkan.
Solatun mengaku mendapatkan informasi terkait kesiapan polisi dengan sekian pucuk senjata untuk pengamanan usai Pemilu 2019. Dari informasi itu, dia kemudian mengunggah tulisan 'people power dan bunuh polisi' ke akun Facebook-nya.
Dia mengaku bersalah lantaran tak mencari tahu terlebih dahulu informasi tersebut dan justru mengunggah di Facebook-nya. "Saya mempunyai kesalahan tidak cek dan ricek. Maafkan saya kalau ini menjadi kegaduhan kepada rakyat Indonesia semuanya. Demi Allah, saya tidak ingin mencubit," ujar Solatun.
Kini tersangka mendekam di sel tahanan Mapolda Jabar. Akibat perbuatannya tersebut, Solatun disangkakan melanggar Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman 10 tahun bui.
Polisi menangkap lelaki tersebut di Bandung gegara tulisan soal 'people power dan bunuh polisi'. Kalimat itu dia unggah di Facebook lewat akun 'Solatun Dulah Sayuti' pada 9 Mei 2019.
Isi tulisannya yaitu, "HARGA NYAWA RAKYAT Jika People Power tidak dapat dielak: 1 orang rakyat ditembak oleh polisi harus dibayar dengan 10 orang polisi dibunuh mati menggunakan pisau dapur, golok, linggis, kapak, kunci roda mobil, siraman tiner cat berapi dan keluarga mereka."
"Ini (unggahan) sangat provokatif dan bahaya apalagi dibaca orang awam yang tidak mengerti persoalan dan pemahaman. Ini yang kita sayangkan dan prihatin," ucap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Kombes Samudi di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Jumat (10/5).
Samudi mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, Solatun mengaku iseng mengunggah kalimat itu. Menurut Samudi, tersangka mendapatkan tulisan itu dari grup WhatsApp 'Perjuangan Persatuan Indonesia'. Polisi prihatin dengan ulah dosen tersebut.
"Bersangkutan ini orang intelektual sebenarnya. Seharusnya bisa menyaring. Kalaupun berita tidak benar, jangan di-share. Justru orang intelek harus bisa mencerdaskan masyarakat," tutur Samudi.
Berdasarkan penelusuran di akun Facebook miliknya, Solatun mengaku sebagai caleg DPR RI dari Partai Bulan Bintang (PBB) untuk daerah pemilihan (Dapil) Jateng VIII. Sebuah foto bergambar Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra dia unggah di akun Facebook itu. Foto yang diunggah Solatun ditambahkan keterangan.
"ass.ww. Semoga pemilu besok kemenangan menjadi milik Ummat Muslim. Jika saya ditakdirkan harus menang, silahkan tagih karena nadzar saya akan shodaqohkan gaji saya 25% utk partai, 75% untuk masjid yg memerlukan di CILACAP BANYUMAS," tulisnya yang diunggah pada 16 April 2019.
Polisi tak mengetahui soal identitas si dosen yang mengaku caleg ini. Polisi fokus terhadap perbuatan pidana yang dilakukan oleh Solatun.
"Kita enggak tahu. Kita berprinsip pada perbuatan melawan hukumnya, bukan kepada calon apa dan siapa dia," ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.
Solatun mengakui ulahnya tersebut. Ia berdalih unggahan 'people power dan bunuh polisi' dilakukan bukan untuk mengadu masyarakat dan polisi.
"Saya hanya mengatakan kalimat itu memang mungkin salah. Memang salah," ucapnya.
"Tapi maksud saya jangan sampai ini terjadi. Demi Allah, kenapa, karena saya juga anak bangsa Indonesia dan saya guru, saya ayah, saya uwak dari keponakan saya, saya kakek dari cucu saya. Enggak mungkin saya membiarkan situasi dimana membenturkan nama polisi dengan rakyat dalam tanda kutip people power," tutur Solatun menambahkan.
Solatun mengaku mendapatkan informasi terkait kesiapan polisi dengan sekian pucuk senjata untuk pengamanan usai Pemilu 2019. Dari informasi itu, dia kemudian mengunggah tulisan 'people power dan bunuh polisi' ke akun Facebook-nya.
Dia mengaku bersalah lantaran tak mencari tahu terlebih dahulu informasi tersebut dan justru mengunggah di Facebook-nya. "Saya mempunyai kesalahan tidak cek dan ricek. Maafkan saya kalau ini menjadi kegaduhan kepada rakyat Indonesia semuanya. Demi Allah, saya tidak ingin mencubit," ujar Solatun.
Kini tersangka mendekam di sel tahanan Mapolda Jabar. Akibat perbuatannya tersebut, Solatun disangkakan melanggar Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman 10 tahun bui.