Keturunan Bangsawan ‘Nenek Halimah’ Daftarkan Tanah se Banyuwangi ke BPN Pusat
TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Nenek Halimah, mendaftarkan tanah se Banyuwangi dan sekitarnya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN Pusat). Tanah yang didaftarkan sebagai hak milik ini meliputi wilayah pengelolaan Perhutani, baik Banyuwangi Barat, Selatan dan Utara.
Termasuk tanah yang dikelola pengusaha atas dasar sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) atau yang tertera dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Banyuwangi, No 188/108/KEP/429.011/2019, tertanggal 12 April 2019.
Ketua Forum Suara Blambangan, H Abdillah Rafsanjani, selaku pemegang kuasa Hj Halimah, proses pendaftaran tanah tersebut sudah diterima Direktorat Jenderal Penyelesaian Sengketa BPN Pusat.
Sebagai tindak lanjut, akan segera dikoordinasikan dengan para pihak. Khususnya Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta, Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur dan Kantor BPN Banyuwangi.
“Kita juga berkirim surat ke Kementrian Agraria,” katanya, Jumat (21/2/2020).
Seperti diketahui, nenek Halimah adalah keturunan bangsawan asal Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Oleh almarhum orang tuanya, Wanatirta bin Nuryasentana, dia diberi warisan tanah. Dengan bukti sejumlah bukti lama kepemilikan tanah bekas hak barat atau Eigendom Verponding.
Meliputi Eigendom Verponding Nomor 1331, seluas 307.577 hektar. Terletak di wilayah Ketapang, Giri, Banyuwangi. Diperkirakan bentangan tanah meliputi Kecamatan Licin, Wongsorejo hingga Baluran, Situbondo.
Eigendom Verponding Nomor 1380 seluas 512.935 hektar, terletak di wilayah Kembiritan, Genteng, Banyuwangi. Disinyalir bentangan tanah mulai Kecamatan Tegaldlimo, Pesanggaran, Glenmore sampai Kalibaru.
Kemudian, Eigendom Verponding Nomor 407 dan 1142 seluas 32.303 hektar, terletak di wilayah Lateng, Klatak, Banyuwangi. Diprediksi bentangan tanah mulai Kelurahan Lateng hingga sepanjang pesisir utara Ketapang. Serta Eigendom Verponding Nomor 1147, 1148 dan 1149, seluas 46.000 hektar, terletak di wilayah Kota Giri Banyuwangi.
Dalam berkas tahun 1930 itu, luas tanah hak waris keseluruhan mencapai 898.815 hektar. Sementara Kabupaten Banyuwangi sendiri, luasnya hanya 578.200 hektar.
“Jadi dapat diasumsikan bahwa seluruh tanah di wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi adalah milik nenek Halimah, termasuk daerah sekitar,” ungkap Abdillah.
Yang mencengangkan, seluruh Eigendom Verponding nenek Halimah telah ditetapkan sebagai hak waris oleh Pengadilan Agama Cilacap, dengan putusan Nomor 0056/pdt.p/2019, tanggal 5 Maret 2019. Dan juga tercatat dilembaran negara di Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta.
Pertanyaanya, kenapa Eigendom Verponding milik Nenek Halimah baru muncul belakangan?. H Abdillah menceritakan, pasca pemberontakan G30SPKI, Eigendom Verponding Wanatirta bin Nuryasentana, dibawa oleh Jenderal Muhono, atas perintah Presiden Soeharto.
Dan baru setelah Presiden Soeharto lengser, sejumlah bukti lama kepemilikan tanah bekas hak barat tersebut dikembalikan. “Saat itulah nenek Halimah baru tahu bahwa orang tuanya punya warisan tanah di Banyuwangi dan sekitarnya,” kisah Abdillah.
Bahkan, dimasa anak-anak, Halimah kecil sudah pernah diajak ke Bumi Blambangan. Kala itu dia bersama sang bapak menjadi bagian dari rombongan Ibu Tien Soeharto, menyaksikan penanaman massal pohon Kelapa dan pohon Jarak.
“Jika Wanatirta tidak ada kaitan dengan tanah di Banyuwangi, kan tidak mungkin bisa diajak menyaksikan penanaman massal pohon Kelapa dan Jarak,” cetusnya.
Namun, mantan Panglima Pasukan Berani Mati era Gus Dur, meminta masyarakat untuk tetap tenang. Karena, sesuai Undang-Undang, tanah yang sudah bersertifikat selama lima tahun, sudah tidak bisa digugat. Yang kedua, masih Abdillah, sesuai wasiat Wanatirta kepada Hj Halimah, bagi warga yang tidak memiliki tanah akan diberi secara cuma-cuma.
Selain Abdillah, dalam mengurus tanah warisan di Banyuwangi dan sekitarnya, Nenek Halimah juga melibatkan sejumlah kerabat. Diantaranya Nanang Sugiarto dan Bagus Pambudi, keduanya warga Lingkungan Kepatihan, Desa Kedaleman, Kecamatan Rogojampi. Dan Hendri Wardianata, warga Perumahan Puri I, Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro. (*)
Termasuk tanah yang dikelola pengusaha atas dasar sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) atau yang tertera dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Banyuwangi, No 188/108/KEP/429.011/2019, tertanggal 12 April 2019.
Ketua Forum Suara Blambangan, H Abdillah Rafsanjani, selaku pemegang kuasa Hj Halimah, proses pendaftaran tanah tersebut sudah diterima Direktorat Jenderal Penyelesaian Sengketa BPN Pusat.
Sebagai tindak lanjut, akan segera dikoordinasikan dengan para pihak. Khususnya Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta, Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur dan Kantor BPN Banyuwangi.
“Kita juga berkirim surat ke Kementrian Agraria,” katanya, Jumat (21/2/2020).
Seperti diketahui, nenek Halimah adalah keturunan bangsawan asal Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Oleh almarhum orang tuanya, Wanatirta bin Nuryasentana, dia diberi warisan tanah. Dengan bukti sejumlah bukti lama kepemilikan tanah bekas hak barat atau Eigendom Verponding.
Meliputi Eigendom Verponding Nomor 1331, seluas 307.577 hektar. Terletak di wilayah Ketapang, Giri, Banyuwangi. Diperkirakan bentangan tanah meliputi Kecamatan Licin, Wongsorejo hingga Baluran, Situbondo.
Eigendom Verponding Nomor 1380 seluas 512.935 hektar, terletak di wilayah Kembiritan, Genteng, Banyuwangi. Disinyalir bentangan tanah mulai Kecamatan Tegaldlimo, Pesanggaran, Glenmore sampai Kalibaru.
Kemudian, Eigendom Verponding Nomor 407 dan 1142 seluas 32.303 hektar, terletak di wilayah Lateng, Klatak, Banyuwangi. Diprediksi bentangan tanah mulai Kelurahan Lateng hingga sepanjang pesisir utara Ketapang. Serta Eigendom Verponding Nomor 1147, 1148 dan 1149, seluas 46.000 hektar, terletak di wilayah Kota Giri Banyuwangi.
Dalam berkas tahun 1930 itu, luas tanah hak waris keseluruhan mencapai 898.815 hektar. Sementara Kabupaten Banyuwangi sendiri, luasnya hanya 578.200 hektar.
“Jadi dapat diasumsikan bahwa seluruh tanah di wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi adalah milik nenek Halimah, termasuk daerah sekitar,” ungkap Abdillah.
Yang mencengangkan, seluruh Eigendom Verponding nenek Halimah telah ditetapkan sebagai hak waris oleh Pengadilan Agama Cilacap, dengan putusan Nomor 0056/pdt.p/2019, tanggal 5 Maret 2019. Dan juga tercatat dilembaran negara di Kantor Balai Harta Peninggalan Jakarta.
Pertanyaanya, kenapa Eigendom Verponding milik Nenek Halimah baru muncul belakangan?. H Abdillah menceritakan, pasca pemberontakan G30SPKI, Eigendom Verponding Wanatirta bin Nuryasentana, dibawa oleh Jenderal Muhono, atas perintah Presiden Soeharto.
Dan baru setelah Presiden Soeharto lengser, sejumlah bukti lama kepemilikan tanah bekas hak barat tersebut dikembalikan. “Saat itulah nenek Halimah baru tahu bahwa orang tuanya punya warisan tanah di Banyuwangi dan sekitarnya,” kisah Abdillah.
Bahkan, dimasa anak-anak, Halimah kecil sudah pernah diajak ke Bumi Blambangan. Kala itu dia bersama sang bapak menjadi bagian dari rombongan Ibu Tien Soeharto, menyaksikan penanaman massal pohon Kelapa dan pohon Jarak.
“Jika Wanatirta tidak ada kaitan dengan tanah di Banyuwangi, kan tidak mungkin bisa diajak menyaksikan penanaman massal pohon Kelapa dan Jarak,” cetusnya.
Namun, mantan Panglima Pasukan Berani Mati era Gus Dur, meminta masyarakat untuk tetap tenang. Karena, sesuai Undang-Undang, tanah yang sudah bersertifikat selama lima tahun, sudah tidak bisa digugat. Yang kedua, masih Abdillah, sesuai wasiat Wanatirta kepada Hj Halimah, bagi warga yang tidak memiliki tanah akan diberi secara cuma-cuma.
Selain Abdillah, dalam mengurus tanah warisan di Banyuwangi dan sekitarnya, Nenek Halimah juga melibatkan sejumlah kerabat. Diantaranya Nanang Sugiarto dan Bagus Pambudi, keduanya warga Lingkungan Kepatihan, Desa Kedaleman, Kecamatan Rogojampi. Dan Hendri Wardianata, warga Perumahan Puri I, Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro. (*)