Buntut Panjang Status 'Tak Usah Pajang Foto Presiden'
Jakarta - Status Facebook guru les berinisial AF yang berisi seruan agar tidak memajang foto presiden dan wakil presiden berbuntut panjang. AF kini menjadi tersangka dan ditahan di Polres Jakarta Utara.
Status itu di-posting AF di Facebook pada 26 Juni 2019. Selain Facebook, AF juga mengunggah status itu di media sosial lain. Berikut bunyi statusnya:
kalo boleh usul...di sekolah2 tidak usah lagi memajang foto Presiden & Wakil presiden...turunin aja foto2nya..
kita srbagai guru ngga mau kan mengajarkan anak2 didik kita tunduk, mengikuti dan membiarkan kecurangan dan ketidakadilan?
Cukup pajang foto GOODBENER kita ajaa...GUBERNUR INDONESIA ANIES BASWEDAN.
Status itu kemudian viral di media sosial. Sejumlah netizen mempersoalkan status AF karena dinilai memicu kegaduhan.
Seorang warga berinisial TCS pun melaporkan posting-an AF itu ke Polres Jakarta Utara. Penyidik Polres Jakarta Utara kemudian melakukan penyelidikan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli.
Penyidik menyimpulkan posting-an AF termasuk dalam kategori ujaran kebencian. Atas dasar itu, penyidik menangkap AF di tempat les di kawasan Koja, Jakarta Utara, Selasa (9/7).
"Bahwa posting-an yang disampaikan itu masuk kategori menyiarkan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran atau menyebarkan ujaran kebencian atau menghasut jangan menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah menurut peraturan perundang-undangan atau menghina sesuatu kekuasaan yang ada di negara Indonesia," kata Budhi di Mapolres Jakarta Utara, Jalan Laksamana Yos Sudarso, Koja, Jakarta Utara, Kamis (11/7/2019).
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, AF akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Dia juga langsung ditahan.
Atas perbuatannya, AF dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 huruf a ayat 2 UU RI No 19 Tahun 2016 sesuai perubahan UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 14 ayat 1 atau ayat 2 atau Pasal 15 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana atau Pasal 160 KUHP atau Pasal 207 KUHP. AF terancam hukuman pidana paling lama 6 tahun penjara.
Budhi menyebut AF membuat status berisi seruan agar tidak memajang foto presiden dan wakil presiden karena terpengaruh lingkungan. Menurut Budhi, AF masih terbawa emosi selepas Pemilu 2019.
"Yang bersangkutan terpengaruh dengan lingkungan sekitar, terutama kondisi pasca-pemilu, dia masih terbawa emosi, sehingga belum bisa menahan dirinya, sehingga melakukan posting tersebut," kata Budhi.
AF pun meminta maaf karena status yang dibuatnya membuat masyarakat gaduh. AF mengaku membuat status tersebut tanpa pertimbangan yang matang.
"Saya ingin menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat atas posting-an saya per tanggal 26 Juni 2019 yang membuat keresahan di masyarakat," kata AF di Mapolres Jakarta Utara, Jalan Laksamana Yos Sudarso, Koja, Jakarta Utara.
"Saya sangat menyesal, karena saya pun kaget dampaknya sampai seperti itu. Saya tidak ada niat sama sekali untuk menghasut atau mengajak orang melakukan sesuatu yang seperti disangkakan masyarakat," sambung dia.
AF mengatakan tidak berniat menyebarkan ujaran kebencian dan membuat keresahan di masyarakat. Dia juga menyesal tidak bijak dalam menggunakan media sosial.
"Saya tidak ada niat melempar ujaran kebencian sebagaimana pasal yang dikenakan kepada saya. Mungkin orang akan melihat posting-an saya, orang akan melihat seperti itu karena saya pun dikenakan pasal seperti itu. Saya tidak ada niat sama sekali," ujarnya.
Ia mengaku emosi saat membuat status berisi seruan agar tidak memajang foto presiden dan wakil presiden di sekolah. AF mengaku terbawa suasana setelah melihat sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) di DKI berjalan baik.
"Itu hanya, pada saat itu mungkin emosi sesaat ya. Saya juga baru melakukan pendaftaran anak saya, di mana saya melihat sistem PPDB di DKI menurut saya menganut sistem berasas keadilan yang baik sehingga mungkin judul di posting-an saya seperti itu. Jadi tidak ada niat sama sekali untuk membuat kericuhan atau apapun lainnya. Itu saja," kata AF.
(knv/dkp)
Status itu di-posting AF di Facebook pada 26 Juni 2019. Selain Facebook, AF juga mengunggah status itu di media sosial lain. Berikut bunyi statusnya:
kalo boleh usul...di sekolah2 tidak usah lagi memajang foto Presiden & Wakil presiden...turunin aja foto2nya..
kita srbagai guru ngga mau kan mengajarkan anak2 didik kita tunduk, mengikuti dan membiarkan kecurangan dan ketidakadilan?
Cukup pajang foto GOODBENER kita ajaa...GUBERNUR INDONESIA ANIES BASWEDAN.
Status itu kemudian viral di media sosial. Sejumlah netizen mempersoalkan status AF karena dinilai memicu kegaduhan.
Seorang warga berinisial TCS pun melaporkan posting-an AF itu ke Polres Jakarta Utara. Penyidik Polres Jakarta Utara kemudian melakukan penyelidikan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli.
Penyidik menyimpulkan posting-an AF termasuk dalam kategori ujaran kebencian. Atas dasar itu, penyidik menangkap AF di tempat les di kawasan Koja, Jakarta Utara, Selasa (9/7).
"Bahwa posting-an yang disampaikan itu masuk kategori menyiarkan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran atau menyebarkan ujaran kebencian atau menghasut jangan menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah menurut peraturan perundang-undangan atau menghina sesuatu kekuasaan yang ada di negara Indonesia," kata Budhi di Mapolres Jakarta Utara, Jalan Laksamana Yos Sudarso, Koja, Jakarta Utara, Kamis (11/7/2019).
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, AF akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Dia juga langsung ditahan.
Atas perbuatannya, AF dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 huruf a ayat 2 UU RI No 19 Tahun 2016 sesuai perubahan UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 14 ayat 1 atau ayat 2 atau Pasal 15 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana atau Pasal 160 KUHP atau Pasal 207 KUHP. AF terancam hukuman pidana paling lama 6 tahun penjara.
Budhi menyebut AF membuat status berisi seruan agar tidak memajang foto presiden dan wakil presiden karena terpengaruh lingkungan. Menurut Budhi, AF masih terbawa emosi selepas Pemilu 2019.
"Yang bersangkutan terpengaruh dengan lingkungan sekitar, terutama kondisi pasca-pemilu, dia masih terbawa emosi, sehingga belum bisa menahan dirinya, sehingga melakukan posting tersebut," kata Budhi.
AF pun meminta maaf karena status yang dibuatnya membuat masyarakat gaduh. AF mengaku membuat status tersebut tanpa pertimbangan yang matang.
"Saya ingin menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat atas posting-an saya per tanggal 26 Juni 2019 yang membuat keresahan di masyarakat," kata AF di Mapolres Jakarta Utara, Jalan Laksamana Yos Sudarso, Koja, Jakarta Utara.
"Saya sangat menyesal, karena saya pun kaget dampaknya sampai seperti itu. Saya tidak ada niat sama sekali untuk menghasut atau mengajak orang melakukan sesuatu yang seperti disangkakan masyarakat," sambung dia.
AF mengatakan tidak berniat menyebarkan ujaran kebencian dan membuat keresahan di masyarakat. Dia juga menyesal tidak bijak dalam menggunakan media sosial.
"Saya tidak ada niat melempar ujaran kebencian sebagaimana pasal yang dikenakan kepada saya. Mungkin orang akan melihat posting-an saya, orang akan melihat seperti itu karena saya pun dikenakan pasal seperti itu. Saya tidak ada niat sama sekali," ujarnya.
Ia mengaku emosi saat membuat status berisi seruan agar tidak memajang foto presiden dan wakil presiden di sekolah. AF mengaku terbawa suasana setelah melihat sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) di DKI berjalan baik.
"Itu hanya, pada saat itu mungkin emosi sesaat ya. Saya juga baru melakukan pendaftaran anak saya, di mana saya melihat sistem PPDB di DKI menurut saya menganut sistem berasas keadilan yang baik sehingga mungkin judul di posting-an saya seperti itu. Jadi tidak ada niat sama sekali untuk membuat kericuhan atau apapun lainnya. Itu saja," kata AF.
(knv/dkp)