Ahli Prabowo Sebut Data 'Quick Count' Dipakai untuk Situng
Jakarta, CNN Indonesia -- Ahli biometric software development yang dihadirkan tim hukum BPN Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi, Jaswar Koto, mengatakan data perolehan suara dalam quick count digunakan untuk Sistem Informasi Penghitungan (Situng) dan rekapitulasi manual yang dilakukan KPU.
Dia berasumsi demikian karena angka yang muncul tidak jauh berbeda.
"Keanehan yang berlaku saat ini adalah quick count, Situng dan rekapitulasi berjenjang. Tabulasi presentasenya hampir sama," ucap Jaswar dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Kamis (20/6).
"Kalau analisa saya, kita harus melihat dari quick count, karena quick count itu memberikan input kepada situng, dan ke rekapitulasi berjenjang. Kenapa, karena jumlahnya sama," lanjutnya.
Ketika proses Situng menunjukkan angka yang berbeda jauh dibanding lembaga survei, kata Jaswar, maka ada data palsu yang dimasukkan. Itu dilakukan agar angka yang muncul di Situng tak jauh berbeda dengan quick count lembaga-lembaga survei.
Data palsu yang dimaksud berupa form C1 yang bukan sebenarnya. Menurut Jaswar, begitu banyak C1 yang diunggah ke Situng tidak asli.
Dia memberi contoh dari 63 TPS. Ada 1.300 suara bermasalah yang tercantum di Situng.
"Ini pola kesalahan meski KPU bilang sudah diperbaiki. Dua kali menganalisa polanya 01 dimenangkan, 02 diturunkan," kata Jaswar.
Mengenai rekapitulasi berjenjang, Jaswar juga menyebut angka yang muncul tidak jauh berbeda dengan quick count dan Situng. Hasil suara rekapitulasi berjenjang berpatok kepada Situng.
Demi mencapai angka yang kurang lebih sama dalam Situng, dilakukan penggelembungan suara di sejumlah daerah melalui pemilih siluman atau ghost voter. Suara-suara itu bermuara ke pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf.
Dia berasumsi demikian karena angka yang muncul tidak jauh berbeda.
"Keanehan yang berlaku saat ini adalah quick count, Situng dan rekapitulasi berjenjang. Tabulasi presentasenya hampir sama," ucap Jaswar dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Kamis (20/6).
"Kalau analisa saya, kita harus melihat dari quick count, karena quick count itu memberikan input kepada situng, dan ke rekapitulasi berjenjang. Kenapa, karena jumlahnya sama," lanjutnya.
Ketika proses Situng menunjukkan angka yang berbeda jauh dibanding lembaga survei, kata Jaswar, maka ada data palsu yang dimasukkan. Itu dilakukan agar angka yang muncul di Situng tak jauh berbeda dengan quick count lembaga-lembaga survei.
Data palsu yang dimaksud berupa form C1 yang bukan sebenarnya. Menurut Jaswar, begitu banyak C1 yang diunggah ke Situng tidak asli.
Dia memberi contoh dari 63 TPS. Ada 1.300 suara bermasalah yang tercantum di Situng.
"Ini pola kesalahan meski KPU bilang sudah diperbaiki. Dua kali menganalisa polanya 01 dimenangkan, 02 diturunkan," kata Jaswar.
Mengenai rekapitulasi berjenjang, Jaswar juga menyebut angka yang muncul tidak jauh berbeda dengan quick count dan Situng. Hasil suara rekapitulasi berjenjang berpatok kepada Situng.
Demi mencapai angka yang kurang lebih sama dalam Situng, dilakukan penggelembungan suara di sejumlah daerah melalui pemilih siluman atau ghost voter. Suara-suara itu bermuara ke pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf.