Dua Belas Tahun Tinggal di Tempat Tak Layak Huni, Keluarga Ini Bercita-cita Makan Ayam Goreng Saat Ramadan
Grid.ID - Ramadan dianggap sebagai momen yang pas untuk berkumpulnya keluarga.
Menikmati hidangan bersama saat berbuka dan sahur menjadi momen yang dinanti-nantikan.
Namun, tidak semua keluarga dapat merasakan hal tersebut.
Seperti yang dialami oleh keluarga Surhaya Musa dan suaminya, Amran Roseh.
Bersama ketiga anaknya, keluarga asal Kampung Lepan Jaya, Gua Musang, Kelantan, Malaysia ini hidup serba kekurangan.
Bagaimana tidak, selain tinggal di rumah tak layak huni, keluarga beranggotakan lima orang tersebut hanya bisa makan nasi dengan lauk ikan kering sepanjang hari.
Dilansir Grid.ID dari Kosmo.com pada Senin (13/5/2019), Surhaya, Amran dan ketiga anaknya itu sudah dua belas tahun menjalani kehidupan tersebut.
Masalah keuangan disebut Surhaya sebagai penyebab sulitnya kehidupan mereka.
Sedihnya, Surhaya bahkan tidak mampu mengabulkan keinginan ketiga anaknya menyantap ayam goreng untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Ketika libur sekolah tiba, ketiga anaknya Muhammad Faris Hakim (12), Nur Alisha Qaisara (7), dan Muhammad Ammar Hakim (5) akan memancing ikan di sungai.
Ikan yang didapat itu akan dijadikan lauk untuk berbuka puasa dan sahur.
Amran sang suami hanya bekerja sebagai buruh lepas di kampung dengan penghasilan tak menentu.
Uang yang dihasilkan Amran hanya berkisar 300 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 1 juta.
Tentunya penghasilan Amran itu tidak dapat mencukupi kebutuhan mereka berlima selama satu bulan.
Sementara Surhaya tidak bisa bekerja lantaran dirinya mengidap asma dan sawan atau lebih dikenal dengan istilah epilepsi.
Rumah yang saat ini ditinggali rupanya dibangun sendiri oleh Amran menggunakan kayu tidak terpakai yang ia temukan di atas lahan milik mertuanya.
Menurut Surhaya, jika datang musim hujan, mereka terpaksa mengungsi.
Pasalnya, tempias air hujan akan masuk ke dalam rumah melalui celah atap maupun dinding dan membuat semuanya basah.
"Setiap kali hujan kami terpaksa berpindah tempat tidur karena air hujan masuk di seluruh bagian rumah yang sempit dan hampir runtuh," ujarnya.
Surhaya sudah pernah mencoba minta bantuan untuk rumah yang lebih layak pada pemerintah setempat.
Sayangnya, hal itu tidak pernah membuahkan hasil. (*)
Menikmati hidangan bersama saat berbuka dan sahur menjadi momen yang dinanti-nantikan.
Namun, tidak semua keluarga dapat merasakan hal tersebut.
Seperti yang dialami oleh keluarga Surhaya Musa dan suaminya, Amran Roseh.
Bersama ketiga anaknya, keluarga asal Kampung Lepan Jaya, Gua Musang, Kelantan, Malaysia ini hidup serba kekurangan.
Bagaimana tidak, selain tinggal di rumah tak layak huni, keluarga beranggotakan lima orang tersebut hanya bisa makan nasi dengan lauk ikan kering sepanjang hari.
Dilansir Grid.ID dari Kosmo.com pada Senin (13/5/2019), Surhaya, Amran dan ketiga anaknya itu sudah dua belas tahun menjalani kehidupan tersebut.
Masalah keuangan disebut Surhaya sebagai penyebab sulitnya kehidupan mereka.
Sedihnya, Surhaya bahkan tidak mampu mengabulkan keinginan ketiga anaknya menyantap ayam goreng untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Ketika libur sekolah tiba, ketiga anaknya Muhammad Faris Hakim (12), Nur Alisha Qaisara (7), dan Muhammad Ammar Hakim (5) akan memancing ikan di sungai.
Ikan yang didapat itu akan dijadikan lauk untuk berbuka puasa dan sahur.
Amran sang suami hanya bekerja sebagai buruh lepas di kampung dengan penghasilan tak menentu.
Uang yang dihasilkan Amran hanya berkisar 300 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 1 juta.
Tentunya penghasilan Amran itu tidak dapat mencukupi kebutuhan mereka berlima selama satu bulan.
Sementara Surhaya tidak bisa bekerja lantaran dirinya mengidap asma dan sawan atau lebih dikenal dengan istilah epilepsi.
Rumah yang saat ini ditinggali rupanya dibangun sendiri oleh Amran menggunakan kayu tidak terpakai yang ia temukan di atas lahan milik mertuanya.
Menurut Surhaya, jika datang musim hujan, mereka terpaksa mengungsi.
Pasalnya, tempias air hujan akan masuk ke dalam rumah melalui celah atap maupun dinding dan membuat semuanya basah.
"Setiap kali hujan kami terpaksa berpindah tempat tidur karena air hujan masuk di seluruh bagian rumah yang sempit dan hampir runtuh," ujarnya.
Surhaya sudah pernah mencoba minta bantuan untuk rumah yang lebih layak pada pemerintah setempat.
Sayangnya, hal itu tidak pernah membuahkan hasil. (*)